Kamis, 29 April 2010

PROSA (IV)

Kemudian datang seorang pertapa, Yang sekali setahun turun ke kota,
Memohon jawapan tentang kesenangan. Jawabnya demikian :
Kesenangan adalah lagu kebebasan, Namun bukannya sang kebebasan sendiri,
Dialah bunga-bunga hasrat keinginan, Namun bukan buah yang asli. Sebuah
jurang ternganga yang berseru ke puncak ketinggian, Itulah dia ; namun dia
bukan kedalaman maupun ketinggian itu sendiri. Dialah si terkurung yang
terbang terlepas, Namun bukannya ruang yang terbentang luas ; Ya,
sesungguhnyalah kesenangan merupakan lagu kebebasan. Dan aku amat suka
bila dapat mendengarkan, Kalian menyanyikannya dengan sepenuh hati, Namun
jangan hanyutkan diri dalam nyanyian
Beberapa diantaramu mencari kesenangan, Seolah kesenangan itu adalah
segala-galanya, Dan mereka ini dipersoalkan, dihakimi dan dipersalahkan. Aku
tak akan mempersalahkannya, ataupun memarahinya,
Melainkan akan mendorong mereka untuk mencari dan menyelami. Sebab
mereka akan menemukan kesenangan, Namun kesenangan tiada berdiri
sendiri. Saudaranya ada beberapa, ialah tujuh orang puteri, Yang terjelek pun
diantaranya lebih unggul kecantikannya, Daripada dia yang bernama
kesenangan. Engkau pernah mendengar tentang seorang manusia, Yang
menggali tanah hendak mencari akar, Namun menemukan harta pusaka ?
Beberapa di antara orang tua mengenangkan saat kesenangan, Dengan penuh
rasa penyesalan, Seolah kesenangan itu dosa yang diperbuatnya, Tatkala
sedang terbius di luar kesedarannya.
Tapi penyesalan ini hanya mengaburkan akal budi, Tiada berkemampuan
menyucikan hati nurani, Sayugia mereka mengingat kesenangan yang lalu,
Dengan rasa syukur dan terima kasih dalam kalbu, Sebagaimana mereka
mengenang rahmat tuaian di musim panas ; Namun pabila rasa penyesalan
lebih menenteramkan hatinya, Maka biarlah mereka menikmati
ketenteramannya.
Dan ada di antaramu yang bukan lagi remaja namun masih perlu mencari, Pun
belum terlampau tua namun memerlukan kenang-kenangan untuk digali,
Lalu menyingkirkan segala kesenangan yang ada di mayapada, Khuatir
melemahkan kekuatan jiwa, Ataupun bertentangan dan merugikannya. Tapi
dalam pencegahan diri inipun terletak kesenangan mereka, Dan dengan
demikian mereka pun menemui sebuah mustika,
Walau semua mereka dengan tangan gementar, hanya mencuba menggali akar.
Tetapi katakanlah padaku, siapakah yang dapat menenang jiwa ? Si burung
bul-bul yang menyanyikan lagu merdu, Terganggukah olehnya ketenangan
malam yang syahdu ? Atau ambillah dia, si kunang-kunang, Adakah
diganggunya keagungan bintang-bintang ? Dan nyala api, ataupun asap bara,
Adakah dia memberati pawana ? Dan dikau mengira, bahwa jiwa merupakan
danau yang tenang, Yang hanya dengan sentuhan sepucuk kayu, dapat
kauganggu ?
Betapa seringnya, dengan menyingkiri segala kesenangan, Kau hanya
menimbun keinginan tersembunyi, di relung kesedaran. Siapa tahu bahawa apa
yang nampaknya lenyap sekarang, dari
permukaan, hanya menanti saat kebangkitan dihari kemudian ?
Bahkan jasmani memahami kudratnya dan keperluan hak alamiahnya, Serta
tiada sudi mengalami tipuan dari akal manusia. Jasmani adalah kecapi jiwa,
Tergantung kepada manusia, Untuk menggetarkannya dengan petikan lagu
merdu, Ataupun suara yang tiada menentu.
Lalu sekarang bertanyalah dalam hatimu; bagaimana cara membezakan baikburuk
dalam kesenangan? Maka pergilah dikau ke ladang, kebun dan tamanmu,
Dan kau akan mengerti, bahawa bagi lebah, menghisap madu adalah
kesenangan, namun bagi bunga pun memberikan madu adalah kesenangan.
Untuk lebah, bunga merupakan pancaran kehidupan, Untuk bunga, lebah
merupakan duta kasih kehidupan. Dan bagi keduanya, sang lebah maupun sang
bunga, Memberi dan menerima kesenangan adalah keperluan dan keasyikan.
Rakyat Orphalese, bersenanglah bagaikan bunga dan lebah.
Khalil Gibran

my self

my self